Menikmati Nilai-Nilai Ibadah Umroh dari Sisi Lain


Disclaimer: tulisan saya mengenai perjalanan umroh kali ini murni atas dasar pengalaman dan pendapat pribadi. Tentunya apabila ada yang merasa tidak setuju atau sependapat sangatlah wajar, namun alangkah baiknya bila kita berprinsip 'ambil yang baik, tinggalkan yang buruknya'. Segala macam kritik disertai saran yang membangun tentu sangat dinanti. Terima kasih :)

Bandung - Doha - Madinah - Mekkah

Perjalanan umroh saya kali ini sangat berbeda dengan 6 tahun lalu. Ada sosok suami yang mendampingi selama 9 hari berada di tanah suci. Kami memang memimpikan untuk bisa kesini bersama-sama setelah menikah sebagai perjalanan honeymoon, namun ternyata setelah setahun menikah, barulah Allah SWT mengizinkan kami berdua untuk menjadi tamunya dari tanggal 24 Februari hingga 4 Maret 2017.

Saya masih setia menggunakan travel Amanah Mulia Wisata (AMWA) seperti halnya umroh keluarga di tahun 2011 lalu. Alasannya klasik: saya sudah nyaman dengan servis dan fasilitas yang didapat sebelum, selama, dan sesudah umroh. Mungkin akan saya buat satu postingan khusus yang saya dedikasikan untuk AMWA, insyaallah.

Oke, kembali ke cerita perjalanan kami. Tidak ada yang berbeda dengan perjalanan umroh lainnya. Kami mengunjungi Madinah selama 3 hari dan Mekkah selama 4 hari. Ada tour yang disediakan oleh pihak travel dengan rute Mesjid Quba, Jabal Uhud dan Pasar Kurma selama di Madinah, dan Jabal Tsur, Mina dan Muzdalifah (lewat saja), dan Jabal Rahmah, lalu diakhiri ke Pasar Kurma selama di Mekkah. Ibadah umroh wajib kami lakukan tepat setelah kami tiba di Mekkah (27 Maret 2017) dan sisanya lebih dibebaskan oleh pembimbing kami tergantung kebutuhan individu masing-masing.

Berada di dua kota yang memiliki magnet besar untuk beribadah membuat saya dan suami merasa sangat sayang untuk melewatkan ibadah wajib dan sunnah kalau tidak dilakukan di Masjidil Nabawi dan Masjidil Haram. Namun, seperti yang saya ucapkan di awal, ibadah umroh kali ini cukup berbeda. Saya menganalisa hampir setiap kejadian yang saya alami selama disana, dan ingin saya tulis serta saya bagikan bagi teman-teman yang memang berencana untuk beribadah umroh dalam waktu dekat. Tidak perlu saya ingatkan mengenai kewajiban untuk melaksanakan ibadah wajib selama disana, karena tentu insyaallah semua jemaah sudah mengetahui itu semua. Namun, ada hal-hal yang menurut saya 'tidak kefikiran' atau 'oh iya ya' namun dibalik itu semua, ada nilai-nilai luhur yang mudah-mudahan diterima Allah SWT sebagai amalan ibadah kita. Semuanya saya rangkum dalam poin-poin di bawah ini:

1. Wakaf Al-Quran   
Di Madinah, harga Alquran yang ditawarkan cukup jauh berbeda dengan yang ada di Mekah. Hal ini dikarenakan kualitas kertas dan cetakan Madinah jauh lebih baik (saya membeli keduanya untuk membuktikan perbedaannya) namun tentu saja tidak ada masalah mengenai isi dan kegunaannya, sama saja. Nah, apabila teman-teman berencana membeli Alquran untuk koleksi pribadi ataupun oleh-oleh, jangan lupa siapkan uang lebih untuk membeli satu atau lebih AlQuran (yang sama) yang akan diwakafkan oleh sei pemilik toko. Bagaimana caranya? Kita cukup memilih Alquran mana yang akan diwakafkan, lakukan pembayaran, lalu pemilik toko akan langsung memberikan cap di halaman awal Alquran sebagai tanda bahwa ini adalah wakaf. Tentu tidak ada nama kita atau tanda tangan yang menunjukkan bahwa kita yang memberikan Alquran tersebut, karena dalam Islam biarlah Allah saja yang mengetahui shodaqoh kita. Selanjutnya, pemilik toko akan memberitahukan kemana Alquran tersebut akan diberikan karena dia sediri yang akan mengkolektifkan hasil wakaf para jamaah/pembeli yang mampir ke tokonya. Waktu di Mekah, Alquran yang saya wakafkan menurut informasi pemilik toko, akan diberikan untuk mesjid-mesjid di Yaman.

*Harga Alquran (ukuran medium) di Mekah seitar SR 30, di Madinah sekitar SR 180*

2. Membantu mengambilkan air zam-zam bagi orang tua
Baik di Masjidil Nabawi maupun di Masjidil Haram, lokasi minum air zam-zam sangatlah strategis dan hampir tersedia di seluruh sudut. Membawa botol minuman sendiri tentu akan membantu kita untuk menghemat tenaga supaya tidak perlu bolak-balik mengambil zam-zam, apalagi kalau sedang di Mekah dengan suhu yang cukup panas. Namun, banyak juga para jamaah yang sudah berumur merasa cape untuk bolak balik mengambil zamzam. Kita bisa membantu mereka dengan mengambilkan satu gelas zamzam saat kita akan minum. Tentu mereka akan sangat senang dan merasa terbantu.

3. Membantu mengambilkan kursi bagi orang tua
Kebanyakan jemaah ibu-ibu yang berumur (dari luar Indonesia) seperti Turki lebih memilih untuk duduk di kursi kecil yang disediakan oleh mesjid karena cukup sulit bagi mereka untuk duduk di lantai dalam waktu lama, mengingat shalat fardhu memakan waktu yang tidak sebentar dan duduk di kursi membuat mereka lebih nyaman. Ada baiknya kita yang muda cukup sigap ketika ada para ibu-ibu yang berbahasa Arab atau bahasa mereka sendiri namun dengan bahasa tubuhnya bisa dilihat bahwa mereka meminta untuk diambilkan kursi.

4. Membawa kurma atau kacang-kacangan untuk dibagikan selama menunggu waktu shalat fardhu
Beberapa kali saya menikmati kurma yang dibagikan oleh jemaah lain saat sedang menunggu peralihan waktu shalat fardhu baik di Masjidil Nabawi maupun di Masjidil Haram. Duh, sungguh nikmat rasanya setelah shalat ada yang memberi kurma dingin ataupun sejenis kacang-kacang Arab karena terkadang perut sedikit lapar apalagi kalau kita memutuskan untuk menunggu di mesjid karena takut tidak kebagian tempat didepan saat shalat. Hal seperti ini sangat lumrah dilakukan, ada baiknya kita juga sekali-kali membawa kurma dalam jumlah cukup banyak dengan niat untuk dibagikan ke jemaah lain.

5. Memberikan shodaqoh bagi para penyapu/petugas kebersihan mesjid
Kebersihan di kedua mesjid ini sangat terjaga dengan bantuan para petugas kebersihan yang bekerja selama 24 jam nonstop. Kalau teman-teman mengikuti akun @makkahmadeenah di IG, tentu akan melihat bagaimana para petugas kebersihan bekerja sepanjang waktu agar jamaah merasa nyaman saat beribadah. Ada baiknya kita menyimpan uang kecil di tas (SR 1 - SR 5) untuk diniatkan sebagai shodaqoh. Besar kecilnya tergantung keikhlasan masing-masing kita.

6. Senyum dan menyapa orang yang duduk disebelah kita saat menunggu waktu shalat 
Karena saya hanya pergi berdua dengan suami, otomatis setelah tiba di mesjid, suami selalu mengantar saya dulu ke bagian wanita, baru dia pergi ke bagian pria. Karenanya, saya seringkali sendiri dan bersebelahan dengan orang lain dari berbagai macam negara, tidak hanya Indonesia. kalo orang Indonesia jelas ya mengenalinya karena pakai mukena, jadi kita lebih gampang memulainya. Cukup memulai dengan pertanyaan 'asalnya dari mana, Bu?' nah dari situ biasanya obrolan lebih mengalir. Gimana kalo sebelah kita dari negara lain dan ga bisa Bahasa Inggris? Cukup senyum aja, mereka akan senyum balik.

7. Membawa sajadah dan mebentangkannya untuk orang di sebelah kita yang tidak membawa sajadah
Kebiasaan orang kita ya bawa sajadah untuk alas sholat. Awalnya saya males bawa sajadah, apalagi di Nabawi karpetnya sudah tebal dan empuk. Namun di Mekkah, karena masih renovasi, seringkali saya hanya duduk di lantai dan lama-lama cukup dingin juga, mungkin karena tidak terbiasa. Akhirnya saya bawa sajadah ukuran sedang yang tipis untuk digelar. Manfaatnya banyak ternyata dengan membawa sajadah. Saat adzan berkumandang dan banyak jamaah yang celingak celinguk nyari tempat yang masih kosong, saya melambaikan tangan dan mereka mengerti bahwa ada tempat kosong disebelah saya (karena ukuran sajadah agak lebar sehingga sebenarnya cukup untuk dua orang). Pernah suatu waku, yang saya tawari ternyata seorang ibu dari Malaysia. Tidak banyak saya mengobrol karena kami berdua menghabiskan waktu dengan mengaji sambil menunggu Ashar. Setelah sholat, Ibu tersebut bercerita bahwa beliau adalah pembimbing jamaah dari sebuah travel di Malaysia dan memberikan no hp nya apabila sewaktu-waktu saya main ke sana. Beliau pun mendoakan saya agar saya segera dikaruniai keturunan sambil mengelus perut saya. Masya Allah :)

8. Membawa permen untuk diberikan ke anak kecil
Banyak sekali jamaah dari Timur Tengah yang membawa anak-anak bayi dan balita lucu saat berumroh, bahkan yang masih merah pun sudah diajak berumroh Masya Allah. Bagi mereka, liburan sekolah lebih baik diisi dengan umroh daripadi menghabiskan uang dengan plesir ke negara lain (patut ditiru nih, insyaallah ada rezekinya ya). Nah, dengan bawa permen, kita bisa mengambil perhatian mereka dan ibu nya pun tidak merasa risih atau curiga ko, kan sama-sama jamaah umroh hehe.. Walaupun hanya pakai bahasa tarzan, tapi mereka tampaknya senang kalau anaknya diberi permen hehe..

9. Belajar sedikit bahasa Arab untuk memperkenalkan diri
Ini sih lebih ke motivasi diri sendiri supaya mau belajar Bahasa Arab, jangan English mulu yang diubek haha. Pokonya minimal bisa perkenalan diri dalam Bahasa Arab deh jadi bisa lebih mingle dengan jemaah-jemaah dari Timur Tengah lainnya.

Naah itu semua sebenernya murni hasil analisa sendiri berdasarkan pengalaman umroh kemarin. Bagi yang merasa ada benernya, mangga dicoba juga.. Tapi bagi yang merasa ga sependapat, mangga ga usah diikuti gapapa hehe. Mudah-mudahan postingan saya kali ini ada manfaat dan bernilai pahala bagi saya yang menulis maupun yang membaca ya, amin..

Wassalam,

Yessy.

You Might Also Like

0 comments